Kamis, 13 Mei 2010

Sinopsis Novel "Ronggeng Dukuh Paruk" (Karya Ahmad Tohari)


Novel ini merupakan penyatuan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dinihari, dan Jantera Bianglala. Pertama kali terbit tahun 1985, empat tahun setelah itu muncul dalam bentuk cerita bersambung di Harian Kompas. Buku itu kemudian sempat diterjemahkan dalam 5 bahasa asing yakni Inggris, Jerman, Belanda, Cina, dan Jepang. Ahmad Tohai juga sempat menghadiri Fellowship International Writers Program di Iowa, Amerika Serikat pada tahun 1990 dan dianugerahi Southeast Asian Writers Award pada tahun 1995. Karya Ahmad Tohari yang paling terkenal dan berhasil meraup pembaca adalah trilogi “Ronggeng Dukuh Paruk" ini. Pada tahun 2007, Ahmad Tohari membuat lagi "Ronggeng Dukuh Paruk" dalam bahasa Jawa Banyumasan yang merupakan novel pertama yang menggunakan bahasa Jawa. Dengan karyanya ini Ahmad Tohari menerima penghargaan Rancage Award 2007. Buku ini hanya dicetak 1,500 copy saja dan habis terjual pada hari peluncurannya.

Berikut adalah Sinopsis atau Rangkuman dari novel Ronggeng Dukuh Paruk tersebut: 

Dukuh paruk adalah sebuah desa atau dusun terpencil yang terletak disudut tenggara jawa tengah. Di pedukuhan itu tinggalah seorang anak kecil berusia sebelas tahun yang bernama Srithil. Sejak kecil ia yatim piatu ditinggal kedua orang tuanya dikarenakan malapetaka tempe bongkrek yang melanda sebelas tahun yang lalu pada tahun 1946 dan kini ia dirawat oleh kakek dan neneknya. Sudah sebelas tahun lamanya Dukuh Paruk sepi tanpa Ronggeng dan Gamelan. Srinthil gadis perawan usia 11 tahun yang nanti akan menjadi Ronggeng yang mempunyai indang keronggengan yang telah mendapat restu dari Eyang Secamenggala leluhur orang Dukuh Paruk, yang konon menjadi kiblat batinnya orang Dukuh Paruk. Hingga pada saatnya Srinthil diserahkan pada dukun Ronggeng atau pengasuh Rongeng Kartareja dan istrinya saat ia berusia 14 tahun waktu itu. Ritual Ronggeng yang harus dipenuhi begitu membuat Srithil merasa sangat terganggu. Setelah melewati ritual pertama yaitu upacara dipekuburan. Srithil harus melewati ritual yang kedua yaitu Bukak-klambu dimana ritual ini adalah syarat untuk menjadi seorang Ronggeng yang utuh. Bukak-klambu adalah sayembara dimana keperawanan seorang Ronggeng diperebutkan. Setelah sekian lama kehadiran seorang Ronggeng bernama Srinthil menghidupkan kembali Dukuh Paruk yang telah lama menghilang. Dalam budaya mereka Ronggeng adalah seorang yang sangat dipuja dan dihormati. Dan menjadi Ronggeng bukanlah sesuatu yang bisa dipelajari. Alamlah yang memilih seseorang untuk menjadi Ronggeng. Bagi orang-orang Dukuh Paruk, seorang Ronggeng bukan hanya sekedar menari saja, namun juga melayani setiap laki-laki yang ingin tidur dengannya. Begitu pula dengan Srinthil. Karena hal tersebut adalah budaya ditempat tersebut. Setiap laki-laki berusaha untuk mendekati Srinthil dan setiap wanita berlomba melayani dan saling bersaing membanggakan suami mereka karena hal itu merupakan suatu kebanggaan. Srinthil yang telah menjadi milik semua orang membuat rasa cemburu timbul dihati Rasus, teman bermainnya sejak kecil. Bagi Srithilpun, Rasus berbeda dari semua laki-laki yang ada di Dukuh Paruk. Rasus memiliki tempat tersendiri dihati Ronggeng itu. Namun dalam satu kesempatan, Rasus memilih untuk meninggalkan Dukuh Paruk dan menjadi tentara. Perginya Rasus membuat Srinthil begitu kehilangan dan membuat ia ingin meninggalkan dunia Ronggeng. Ia mulai menolak tawaran tampil meronggeng dan menolak setiap lelaki yang ingin tidur dengannya. Demi mimpinya menjadi istri dan ibu, Srinthil kemudian mengasuh Goder anak Tampi, seorang warga Dukuh Paruk.
Pada perayaan Agustusan tahun 1963 kegembiraan lahir dan berkembang dari Dukuh Paruk. Berita cepat tersiar sebab pada malam perayaan Agustusan Srinthil akan kembali meronggeng. Srinthil menemukan dirinya kembali utuh sebagai Ronggeng yang telah matang. Suasana panggung yang megah menghidupkan seluruh permukaan kulitnya. Barangkali pada saat itu indang Ronggeng benar-benar merasuk sepenuhnya. Acara bersama dimulai seorang pengantar acara menaiki pentas. Laki-laki dengan mata burung itu mengatakan penuh semangat bahwa Revolusi itu menutut pengabdian habis-habisan, tak terkecuali dari seniman. Acara dimulai dengan musik keroncong susana tercipta oleh nada-nada klanggengan membuat pengunjung terpilah-pilah lagu yang diabawakan melankolik yang membawakan lagunya adalah Tri Murdo tapi lagunya tidak selasai. Kemudian berkumandanglah lagu genjer-genjer. Usai pagelaran itu tibalah Srinthil tampil. Srinthil menapaki tangga panggung dengan iringan tepuk tangan yang riuh. Dari sudut tertentu terdengar paduan slogan poitik “hidup kesenian rakyat”, tetapi Srinthil tenang seperti awan putih bergerak dimusim kemarau. Tahun 1966 musim kemarau yang dingin. Dini hari langit muncul tanda keperkasaan awan. Lintang kemukus menggariskan langit dengan ujungnya. Mala petaka datang lagi ditahun itu, Dukuh Paruk dibakar, Srinthil dan rombongannya ditangkap dan dipenjarakan. Srinthil dianggap telah terlibat dengan geger komunis 30 September 1965 dan dihukum selama dua tahun. Dukuh paruk kembali menjatuhkan pundak-pundak yang berat, kembali bersimba air mata. Dua tahun berlalu Srithil dibebaskan. Trauma yang dalam membuat ia terkoyak jiwa dan raganya. Peristiwa pahit itu sekaligus membuat ia tidak mau meronggeng lagi dan indang keronggengannyapun telah hilang.
Memasuki tahun 1970 kehidupan diwilayah Dhawuan berubah oleh deru truk-truk besar berwarna kuning serta bulduser, Dhawuan bergairah, kegairahan merembes ke Dukuh Paruk. Februari 1971 adalah mangsa kesanga dalam pranata mangsa yang dianut Dukuh Paruk. Dukuh paruk bangkit, malapetaka tahun 1965 sudah mulai terlupakan, Kehidupan baru sedang merayap datang. Rasa takut perlahan hilang, sekaligus membersihkan Dukuh Paruk dari bekas-bekas luka akibat geger komunis 1965. Dengan terbata-bata Srinthilpun mulai bangkit dari keterpurukan sewaktu geger komunis 1965, trauma perlahan hilang, Srinthil mulai menata kehiduapn yang baru. Tetapi ketika Srinthil perlahan bangkit terjadi lagi hempasan dami hempasan yang membuat dirinya kembali jatuh. Kali ini bahkan membuat jiwanya hancur berantakan, tanpa harkat secuilpun. Srinthil menjadi gila karena sudah tidak kuat lagi menanggung beban cobaan yang sangat besar, ia gila dan harus dibawa kerumah sakit jiwa. Rasuslah yang menanggung semua biaya rumah sakit. Karena rasa cinta yang sangat dalam, Rasus bersedia untuk menikahi Srinthil meskipun ia sudah tidak waras lagi.


Riwayat Hidup Ahmad Tohari
Ahmad Tohari lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, 13 Juni 1948. Ia menamatkan SMA di Purwokerto. Namun demikian, ia pernah mengenyam bangku kuliah, yakni Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Sudirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Sosial Politik Universitas Sudirman (1975-1976).
Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala adalah novel trilogi, yang melukiskan dinamika kehidupan ronggeng di desa terpencil, Dukuh Paruk. Trilogi itu sangat terkenal. Ia pernah bekerja di majalah terbitan BNI 46, Keluarga dan Amanah. Ia mengikuti International Writing Program di Lowa City, Amerika Serikat (1990) dan menerima Hadiah Sastra ASEAN (1995).


Karya-Karya Ahmad Tohari
Kubah (novel, 1980), Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982), Lintang Kumukus Dini Hari (novel, 1985), Jantera Bianglala (novel, 1986), Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986), Senyum Karnyamin (kumpulan cerpen, 1989), Bekisar Merah (novel, 1993), Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995), Nyanyian Malam (kumpulan cerpen, 2000), Belantik (novel, 2001), Orang-orang Proyek (novel, 2002), Rusmi Ingin Pulang (kumpulan cerpen, 2004), Ronggeng Dukuh Paruk Bamyumasan (novel bahasa Jawa, 2006) meraih Hadiah Sastera Rancage 2007.


Berikut adalah sedikit kutipan novel Ronggeng Dukuh Paruk tersebut...

Sepasang burung bangau melayang meniti angin, berputar-putar tinggi dilangit. Tanpa sekalipu mengepak sayap, mereka mengapung berjam-jam lamanya. Suaranya melengking seperti keluhan pangjang. Air. Kedua unggas itu telah melayang beratus-ratus kilometer untuk mencari genangan air. Telah lama mereka merindukan amparan lumpur tempat mereka mencari mangsa.
Namun kemarau belum usai. Ribuan hektar sawah yang mengelilingi Dukuh Paruk telah tujuh bulan kerontang. Sepasang burung bangau itu takan menemukan genangan air meski hanya selebar telapak kaki. Sawah berubah menjadi padang kering berwarna kelabu. Segala jenis rumput, mati. Yang menjadi bercak-bercak disana-sini adalah kerokot, sajian alam bagi berbagai jenis serangga dan jangkrik. Tumbuhan jenis kaktus ini justru hanya muncul disawah sewaktu kemarau berjaya.
Di bagian langit lain, seekor burung pipit sedang berusaha mempertahankan nyawanya. Dia terbang bagai batu lepas dari katapel sambil menjerit sejadi-jadinya. Di belakangnya, seekor alap-alap mengejar dengan kecepatan berlebih. Udara yang ditempuh kedua binatang ini.membuat suara desau. Jerit pipit kecil itu terdengar ketika paruh alap-alap menggigit kepalanya. Bulu-bulu halus beterbangan. Pembunuhan terjadi diudara yang lengang, diatas Dukuh Paruk.
…………………………………………………………………………………………………………....
……………………………………………….......…………………………………………………….....
..........................................................................……………………………………………………..........
Ditepi kampung, tiga anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong. Namun ketiganya masih terlampau lemah untuk mengalihkan cengkraman akar ketela yang terpendam dalam tanah kapur. Kering dan membatu. Mereka terengah-engah, namun batang singkong itu tetap tegak ditempatnya. Ketiganya hampir berputus asa seandainya salah seorang anak diantara mereka tidak menamukan akal.
“Cari sebatang cungkil,” kata Rasus kepada kedua temannya. “Tanpa cungkil mustahil kita dapat mencabut singkong sialan ini.”
“Percuma. Hanya sebatang linggis dapat menumbus tanah sekeras ini,” ujar Warta. “Atau lebih baik kita mencari air. Kita siram pangkal batang kurang ajar ini. Pasti nanti kita mudah mencabutnya.”
“Air?” ejek Darsun, anak yang ketiga. “ Di mana kau dapat menemukan air?”
“sudah, sudah. Kalian tolol,” ujar Rasus tak sabar. “Kita kencing beramai-ramai pangkal batang singkong ini. Kalau gagal juga sungguh bajingan,”
Tiga ujung kulup terarah pada titik yang sama. Currr. Kemudian Rasus, Warta dan Darsun berpandangan. Ketiganya mengusap telapak tangan masing-masing. Dengan tekad terakhir mereka mencoba mencabut batang singkong itu kembali……... Bersambung aja aah......... Udaaah cape nulis terus.........
Kalau mau baca yang kelanjutannya beli ajja bukunya, atau kalau enggak Download disini




Ditulis Oleh: Akhmad Mubasir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar